Studi di SMA Negeri 6 Yogyakarta
Batik adalah warisan budaya Indonesia yang telah diakui dunia. Pada 2 Oktober 2009, UNESCO menetapkan batik sebagai Warisan Budaya Takbenda Milik Kemanusiaan (Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity). Sejak itu, tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional, momen yang mengingatkan kita akan pentingnya melestarikan dan menghidupkan kembali tradisi luhur ini.
Di tingkat lokal, Yogyakarta sebagai salah satu pusat perkembangan batik di Indonesia, memperoleh pengakuan internasional ketika World Craft Council (WCC) menganugerahkan predikat Kota Batik Dunia pada 18 Oktober 2014. Penetapan ini dilakukan dalam perayaan 50 tahun WCC di Tiongkok, setelah Yogyakarta dinilai memenuhi tujuh kriteria utama: nilai sejarah, keaslian, pelestarian, ekonomi, ramah lingkungan, keterhubungan global, dan keberlanjutan dalam ekosistem batiknya.
Membatik dalam Pembelajaran Seni Budaya di SMA Negeri 6 Yogyakarta
Sejalan dengan semangat pelestarian budaya, SMA Negeri 6 Yogyakarta mengambil peran aktif dalam pengenalan dan pembelajaran membatik kepada siswa melalui mata pelajaran Seni Budaya. Di sekolah ini, membatik bukan sekadar praktik keterampilan, melainkan proses pembelajaran menyeluruh yang mengajarkan nilai sejarah, estetika, dan filosofi budaya Nusantara.
Rangkaian kegiatan dimulai dari:
- Pengenalan sejarah dan jenis motif batik, terutama yang khas Yogyakarta.
- Pembuatan rancangan desain batik oleh siswa sesuai kreativitas masing-masing.
- Proses membatik, mulai dari mencanting di atas kain, pewarnaan, hingga pelorodan.
- Penyelesaian karya menjadi produk kain batik yang siap digunakan atau dipamerkan.
Dengan pendekatan ini, siswa tidak hanya terlibat dalam praktik budaya, tetapi juga diajak memahami nilai-nilai luhur yang terkandung dalam batik sebagai identitas bangsa.
Membatik dalam Pembelajaran dan Pembentukan Karakter Siswa
SMA Negeri 6 Yogyakarta menjadikan kegiatan membatik sebagai bagian dari pembelajaran Seni Budaya yang rutin dan terstruktur. Namun lebih dari sekadar keterampilan, proses membatik juga membangun karakter siswa-siswi secara menyeluruh.
1. Melatih Kesabaran dan Ketelitian
Proses membatik—dari menggambar pola, mencanting malam, hingga pewarnaan—membutuhkan konsentrasi tinggi, ketelatenan, dan kehati-hatian. Siswa belajar untuk tidak terburu-buru, karena kesalahan kecil bisa memengaruhi hasil akhir. Ini mengasah sikap sabar dan tanggung jawab.
2. Mendorong Kreativitas dan Ekspresi Diri
Dalam merancang motif batik, siswa diberikan kebebasan untuk berinovasi sambil tetap menghargai nilai-nilai tradisi. Hal ini menumbuhkan rasa percaya diri, kemampuan berpikir kreatif, dan keberanian untuk mengekspresikan gagasan secara visual.
3. Menumbuhkan Cinta Budaya dan Nasionalisme
Melalui pembelajaran tentang filosofi batik dan peran budaya lokal, siswa secara tidak langsung membangun kesadaran akan identitas nasional dan rasa bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia.
4. Membangun Kerja Sama dan Toleransi
Dalam banyak sesi membatik, siswa bekerja dalam kelompok, saling membantu dan memberi masukan. Ini menjadi sarana pembelajaran kerja tim, toleransi, dan komunikasi yang baik antar teman.
5. Membentuk Etos Kerja dan Disiplin
Dari proses merancang hingga menghasilkan karya jadi, siswa dituntut untuk menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu dan sesuai standar. Ini melatih mereka memiliki etos kerja dan kedisiplinan, yang sangat penting dalam kehidupan nyata.
Kolaborasi dengan Jogja International Batik Biennale (JIBB)
Upaya pelestarian budaya ini semakin diperkuat dengan adanya kerja sama antara SMA Negeri 6 Yogyakarta dan program Jogja International Batik Biennale (JIBB) Goes to School. Kegiatan ini menjadi bagian penting dari misi JIBB untuk menjangkau generasi muda melalui edukasi langsung di sekolah-sekolah.
Dalam beberapa kali pelaksanaan, JIBB Goes to School menghadirkan berbagai aktivitas budaya di SMA Negeri 6 Yogyakarta, seperti:
- Workshop membatik bersama para pengrajin profesional, di mana siswa dapat belajar langsung dari pelaku industri batik.
- Fashion show hasil karya batik siswa, yang menunjukkan bahwa batik dapat dikembangkan dalam bentuk yang modern dan menarik.
- Diskusi budaya dan pelestarian batik, yang membuka wawasan siswa tentang pentingnya mempertahankan budaya di tengah tantangan globalisasi.
Banyak lagi Kolaborasi dan acara yang lainnya ini tidak hanya memperkuat proses belajar di sekolah, tetapi juga memberikan pengalaman langsung dan ruang apresiasi bagi siswa untuk bangga terhadap hasil karyanya sendiri.
Membentuk Generasi Pelestari Budaya
Melalui pembelajaran membatik dan kolaborasi dengan lembaga budaya seperti JIBB, SMA Negeri 6 Yogyakarta berhasil menanamkan nilai-nilai budaya kepada generasi muda secara kontekstual dan menyenangkan. Kegiatan ini membentuk karakter siswa yang kreatif, peduli, serta memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya melestarikan warisan budaya bangsa.
Produk batik hasil karya siswa tidak hanya disimpan sebagai tugas, tetapi juga sering ditampilkan dalam pameran seni, fashion show sekolah, bahkan dijadikan cenderamata resmi dalam kegiatan sekolah yang bersifat nasional maupun internasional.
Penutup
Di era globalisasi yang penuh tantangan budaya, langkah-langkah konkret seperti yang dilakukan oleh SMA Negeri 6 Yogyakarta bersama JIBB menjadi sangat berarti. Menghidupkan kembali batik di lingkungan sekolah bukan hanya tentang belajar membatik, tapi tentang menanamkan rasa bangga terhadap budaya sendiri.
Melalui kegiatan ini, diharapkan siswa menjadi pelestari budaya yang tidak hanya memahami sejarahnya, tetapi juga mampu berinovasi dan membawanya ke panggung dunia. Karena dari tangan-tangan muda inilah, batik Indonesia akan terus hidup dan berakar kuat di tanah air sendiri, sekaligus menjangkau dunia.(Mohamad Budi Hardyantoni,S.Pd)